- Wadirreskrimsus: Masih Dalam Proses
- Setuju Stop Tunkin atau TPP di Bagi Pejabat dan ASN Pemkot Palembang
PALEMBANG, TRANSPARAN: Doktor Tarech Rasyid, Rektor Universitas IBA Palembang meminta aparat penegak hukum Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel) menyelesaikan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan korupsi mark up pembelian lahan untuk pembangunan Kolam Retensi Simpang Bandara di Kelurahan Kebun Bunga Kecamatan Sukarami Kota Palembang.
“Itu kasus pembelian Kolam Retensi itu, harus ditindaklanjuti. Kita berharap berjalan sesuai koridor hukum,” kata salah satu tokoh aktivis 1998 di Palembang, Sumsel.
Tarech yang pernah menjadi wartawan itu menegaskan dugaan korupsi mark up pembelian lahan Kolam Retensi Simpang Bandara tersebut sangat besar. Dengan modal sekitar Rp. 4 milyar, memperoleh harga jual Rp. 39,8 milyar patut diduga keuntungan sekitar Rp. 35,8 milyar. Keuntungan yang diperoleh pihak penjual sangat besar, Tarech yang sangat peduli dengan anak-anak terlantar serta gigih memperjuangkan hak-hak rakyat dari dulu sampai kini, meminta agar polisi jangan sampai berhenti di tengah jalan. “Harus ada kepastian hukum,” katanya.
Dugaan mark up tersebut terjadi karena lahan rawa tersebut dibeli dengan harga sangat murah hanya sekitar Rp. 55.000 per m2 pada tahun 2020. Lantas dilaksanakan pembuatan sertipikat melalui program PTSL terhadap tanah seluas 40.000 m2 atas nama satu orang. Kemudian pada tahun 2021 tanah SHM 40.000 m2 itu dibeli Pemkot Palembang melalui Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PU PR) dengan harga Rp. 995.000 per m2. Pembayaran dilakukan pada tahun 2021, tetapi sebagian lainnya dilaksanakan pada tahun 2022.
Namun demikian, pada April tahun 2022 ternyata ada komplain dari pemilik lahan rawa tersebut yakni ahli waris dari HM Sanin AS (pemilik RM Palapa Group) karena lahan miliknya diduga “dicaplok” tanpa hak dan dimasukkan ke dalam SHM 40.000 m2 tersebut. Waktu itu, pembayaran terhadap lahan 40.000 m2 belum lunas dan melalui pengacara Afdhal Azmi Jambak, SH, Anasron, SH dan Jaka Supralle, SH, MH, pemilik lahan meminta kepada Walikota Palembang, Harnojoyo, Sekda Kota Palembang, Ratu Dewa, Pimpinan DPRD Kota Palembang serta Gubernur Sumsel, Herman Deru agar jangan dilunasi dulu lahan tersebut. Dan, jika ada pembayaran harusnya dibayarkan kepada pemilik sah lahan tersebut, ahli waris HM Sanin AS.
Komplain dan permintaan ahli waris HM Sanin AS tersebut tidak digubris, Walikota Palembang melalui stafnya tetap melunasi sisa pembayaran atas pembelian lahan rawa tersebut. Akibat haknya diambil secara tidak sah, ahli waris HM Sanin, AS yakni Andy Muksin, SE dan Imamsyah, SH melalui Kantor Advokat & Pengacara Afdhal Azmi Jambak & Associates melaporkan permasalahan tersebut kepada Presiden RI, Menkopolhukkam, Kapolri, Menteri PU PR, Menteri ATR/BPN, Kapolri dan Jaksa Agung RI.
Yang pasti, akibat adanya sanggahan tersebut, pihak Kementerian PU di Jakarta membatalkan rencana pembangunan Kolam Retensi Simpang Bandara tersebut, sampai masalah tanah clear and clean. Pihak Dinas PUPR Kota Palembang selaku pembeli dan Mukar Suhadi selaku penjual serta ahli waris HM Sanin AS sudah beberapa kali bertemu dan akan mengusahakan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat terhadap lahan milik HM Sanin AS yang dimasukkan ke dalam SHM seluas 40,000 M2 tersebut.
Wakil Direktur Reserse Kriminalitas Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Sumsel, AKBP Putu Yudha ketika dikonfirmasi tentang pemeriksaan yang terus dilaksanakan bahkan sudah meminta pendapat ahli, menegaskan bahwa proses hukum terhadap kasus dugaan korupsi mark up pembelian lahan Kolam Retensi Simpang Bandara tersebut masih tetap berjalan dan tidak ada penghentian. “Saat ini proses masih berjalan,” kata mantan Kapolres Lahat tersebut.
PROSES DUGAAN KORUPSI
Tarech yang juga seniman itu berpendapat aparat penegak hukum (APH) Polda Sumsel agar memproses dugaan tindak pidana korupsi yang diduga terjadi di Pemkot Palembang berdasarkan indikasi dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap laporan keuangan Pemkot Palembang tahun anggaran 2002.
BPK RI Perwakilan Sumsel memberikan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) karena dari hasil pemeriksaan banyak ditemukan kesalahan, pelanggaran, bahkan indikasi KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Sebagian dugaan korupsi tersebut dikembalikan oleh instansi terkait pada masa pemeriksaan oleh BPK, dan sebagian lagi diangsur sejak penyerahan LHP kepada Walikota Palembang dan Ketua DPRD Palembang tanggal 29 Mei 2023.
“BPK memberi waktu 60 hari untuk pengembalian uang yang terindikasi ada penyimpangan. APH harus bertindak tegas. Pengembalian uang yang diduga korupsi tidak serta-merta menghilangkan pidana. Pengembalian itu bisa untuk meringankan hukuman,” katanya.
Tarech juga menegaskan, desakan dan tuntutan dari masyarakat sipil kepada DPRD Kota Palembang agar stop pemberian uang Tunjangan Kinerja (Tunkin) dan atau TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) adalah sangat masuk akal. “Secara akal sehat, yang dituntut teman-teman itu sangat wajar dan perlu didukung. Mereka pejabat dan ASN itu dapat gaji besar dan Tunkin atau TPP yang besar, seharusnya kerja atau kinerja mereka juga besar. Tetap, kalau yang terjadi sebaliknya kinerja jelek, maka Tunkin dan TPP itu mestila distop. Stop. Wajar dan masuk akal tuntutan masyarakat sipil itu,” kata tokoh yang selalu tampil sederhana dan bersahaja tersebut.
Di luar negeri, kata Tarech, kalau ada yang kinerjanya tidak bagus, sebagian elit memilih moral. Mereka si elit itu punya etika moral yang bagus. Etika sosial elit di luar negeri tinggi. “Kalau gagal di beberapa walikota mundur. Kita sedang mengalami krisis etika kepemimpinan. Yang terjadi demoralisasi sejak beberapa tahun silam,” tambahnya prihatin.
Sebelumnya pada Kamis 3 Agustus 2023, aktivis yang peduli dengan uang rakyat dan anti korupsi, Ade Indra Chaniago bersama kawan-kawannya serta wartawan berpengalaman diundang ke Komisi II DPRD Kota Palembang terkait masalah Tunkin dan atau TPP yang diberikan kepada pejabat dan ASN di Kota Palembang yang dinilai kelewatan, tidak wajar dan tidak pantas sedangkan kinerja mereka sebagian tidak pula hebat nian. Ade Indra dan Afdhal kepada Ketua Komisi II, Abdullah Taufik meminta agar DPRD Kota Palembang menghentikan (stop) pemberian Tunkin dan TPP karena faktanya terang benderang kinerja Walikota dan jajarannya tidak bagus.